Thursday, March 8, 2012

Murabahah Dengan Dua Akad???

Benarkah Murabahah yang menggunakan System Kepada Pesanan Pembelian atau Nasabah Memesan barang terhada Bank terlebih dahulu menggunakan dua Akad???
Hal ini banyak sekali menjadi bahan perbincangan dikalangan  Praktisi maupun Akademisi, karena di anggap sebagai hal yang menggunakan dua akad dalam satu jual beli. Inilah beberapa pendapat yang bertentangan tersebut:

1. Pendapat yang mengharamkan murabahah dengan alasan bahwa Akad yang terdapat di murabahah KPP tersebut adalah menggunakan dua akad, yaitu akad jual beli Bank dengan Pembeli, yang kedua adalah akad Bank dengan Penjual.
Selain itu, mereka juga beranggapan bahwa kaidah yang digunakan yaitu "Segala sesuatu itu asalnya mubah" itu tidaklah pas dengan permasalahan muamalah dan hanya berurusan tentang masalah materi atau harta.
Selain dari itu mereka juga membawakan dasar dalil. Ibnu Masud RA berkata,Nabi SAW melarang dua kesepakatan dalam satu kesepakatan (shafqatain fi shafqatin) (HR Ahmad, Al-Musnad, I/398). Menurut Imam Taqiyuddin an-Nabhani hadits ini melarang adanya dua akad dalam satu akad, misalnya menggabungkan dua akad jual beli menjadi satu akad, atau akad jual beli digabung dengan akad ijarah. (al-Syakhshiyah al-Islamiyah, II/308).

Hadits ini bukan perkecualian, melainkan larangan menggabungkan akad secara mutlak, tanpa melihat akad-akad yang digabungkan bertentangan atau tidak. Kaidah ushul fikihnya : Al-Muthlaq yajri ala ithlaqihi maa lam yarid dalil yadullu ala at-taqyid (dalil mutlak tetap dalam kemutlakannya, selama tidak ada dalil yang membatasinya) (Wahbah Zuhaili, Ushul al-Fiqh al-Islami, I/208). Wallahu alam.

2. Pendapat yang membolehkannya menggunakan dasar atau alasan sebagai berikut ini:
Dalam fatwa Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 Tanggal 1 April 2000 tentang Murabahah, sebagai landasan syariah transaksi murabahah adalah sebagai berikut:
A. Al-Qur’an : Al-Baqarah [2]:275.
B. Al-Hadits : Hadis Nabi dari Abu Said al-Khudri: Dari Abu Said Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka.”(H.R. al-Baihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban).
C. Ijma’ : (Ibnu Rusyd, bidayatul mujtahid, II/161; al-Kasani, bada'i as-sanai V/220-222).
D. Kaidah Fikih : “Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang mengharamkannya

Itulah dasar dari kedua belah pihak yang mengharamkan dan yang membolehkan Murabahah KPP.

Sedangkan kesimpulan yang saya putuskan adalah Bolehnya Murabahah KPP karena sistem yang saya ambil adalah yang membolehkannya karena saya beranggapan bahwasannya sistem yang digunakan itu bukanlah dua akad dalam satu akad, akan tetapi mereka menggunakan sistem sebagai perantara, yang mana mereka sebagai perantara antara penjual dan pembeli namun mereka menetapkan harga sendiri, atau lebih kerennya jasa Pesan Barang yang mana tidak ada salahnya jika pihak Bank menaikkan harga dari harga pokok, layaknya Seorang Sales sebuah produk yang mana mereka akan menaikkan harga daripada harga awal mereka ambil barang dari sebuah Pabrik atau distributor.



No comments:

Post a Comment